Memulai dan menjalankan usaha makanan, sekilas memang tampak mudah. Asal mampu membuat produk makanan yang rasanya lezat, beres. Pandangan semacam ini sungguh keliru. Sekecil apapun usaha yang akan dijalankan, tetap perlu persiapan yang matang.
"Kegagalan banyak disebabkan karena menganggap enteng dan terlalu percaya diri dengan kemampuan membuat produk makanan yang oleh keluarga atau orang-orang dekatnya dianggap rasanya enak."
Meskipun berskala kecil, tidak cukup dengan mengandalkan rasa, modal dan keberuntungan saja. Banyak hal yang harus disiapkan secara matang. Terlebih jaman sekarang, di mana persaingan usaha berlangsung makin ketat saja. Keputusan terburu-buru, apalagi sekedar ikut-ikutan, adalah langkap ceroboh yang dapat menuai kegagalan.
Potensi pasar produk makanan memang terbuka sangat luas. Bahkan ada beberapa produk makanan yang tidak membutuhkan modal terlalu besar. Tapi, bukan berarti usaha ini bisa dijalankan secara asal-asalan, dengan persiapan seadanya.
Kegagalan yang sering terjadi banyak disebabkan, karena cenderung menganggap enteng dan terlalu percaya diri dengan kemampuan membuat produk makanan tertentu, yang oleh keluarga atau orang-orang dekatnya, dianggap rasanya enak. Padahal, usaha makanan bukan sekedar bisnis memasak semata-mata. Kemampuan membuat makanan bukanlah jaminan untuk meraih sukses di pasar.
Pada kenyataannya, bisnis makanan meliputi banyak hal. Mulai dari kemampuan melakukan proses produksi yang efisien, sampai kejelian membaca tren pasar atau selera konsumen. Belum lagi keterampilan menetapkan harga, kecermatan membuat pembukuan, strategi pemasaran, mengelola karyawan dan hal lain yang tampaknya remeh tapi penting.
Usaha makanan juga berurusan dengan ketepatan dalam membuat perencanaan, serta kepiawaian dalam menghadapi persaingan. Jadi, hendaknya jangan sekali-kali menganggap usaha makanan sebagai kegiatan yang bisa dilakukan secara sambil lalu dan santai. Sama seperti usaha lainnya, usaha makanan pun membutuhkan kerja keras dan menyita waktu.
Begitu banyak ragam dan jenis produk makanan dengan mudah kita jumpai, tinggal pilih. Artinya, kalau hanya mengandalkan kemampuan membuat produk yang rasanya enak, orang lain bisa melakukannya. Tuntutan konsumen sangat bervariasi. Mereka, bukan hanya tertarik untuk membeli makanan yang rasanya enak, tetapi juga tempat yang nyaman, pelayanan yang prima bahkan kemasan yang menarik.
Namun, tantangan tersebut bukan tidak mungkin dijalankan. Dengan semangat dan persiapan yang matang tentu semuanya bisa diatasi dengan baik.
Membaca Peluang
Seperti disebut di atas bahwa peluang bisnis makanan memang terbentang luas. Namun, tetap saja kita harus jeli untuk bisa melihat peluang yang benar-benar bisa dimanfaatkan menjadi sebuah usaha. Peluang tersebut, bisa saja kita dapatkan secara tiba-tiba tanpa terpikir sebelumnya.
Tapi, kalau memang sudah bulat untuk terjun ke bisnis makanan tertentu, sebaiknya kita secara khusus melakukan survey pasar. Dari survey itu, kita menemukan beberapa kekurangan atau kelemahan dari produk sejenis yang sudah beredar di pasar. Misalnya, roti manis yang dijual dengan harga murah, sebagian besar hanya dibuat dengan dua pilihan rasa, dengan kualitas yang cenderung seadanya. Maka kita bisa membuat roti dengan harga sama, tapi pilihan isinya lebih beragam dan kualitasnya sedikit lebih baik serta kemasan yang menarik.
Jika kita mau bekerja lebih keras lagi, bahkan bisa menciptakan peluang sendiri. Disini kita dituntut untuk mampu menciptakan konsep pemikiran strategis dan inovatif, dengan menerobos tradisi atau ketentuan-ketentuan baku sehingga bisa memenuhi selera dan kebutuhan segmen konsumen tertentu yang belum banyak terjangkau.
Setelah berhasil membaca dan menemukan peluang, fase selanjutnya adalah membuat perencanaan yang menantang tapi juga harus realistis. Dengan perencanaan, jalannya kegiatan usaha bisa lebih terarah dan terukur, tidak hanya mengandalkan insting pengusaha belaka. Perencanaan juga sekaligus akan mempermudah kita untuk membuat evaluasi kelak.
Jika usaha sudah mulai berjalan, maka kita harus mulai berkonsentrasi pada masalah-masalah teknis. Mulai dari pengadaan bahan baku, kegiatan produksi, pengelolaan karyawan, sampai pemasaran. Semuanya harus berjalan di atas landasan efisiensi. Tujuan akhirnya, agar kita bisa menjual produk dengan kualitas dan harga yang kompetitif.
Jadi untuk memulai usaha tidak boleh sekedar coba-coba.
(WM/E167/ThX/2010)