Banyak faktor yang bisa menyebabkan penurunan kinerja perusahaan. Karena itu, sebelum melakukan langkah perbaikan perlu dilakukan analisa secara keseluruhan. Jika perlu, libatkan pihak luar yang berkompeten.
Pengusaha juga manusia. Wajar jika ia panik dan cemas ketika melihat kinerja perusahaannya melorot karena digerus kerugian. Tapi, tentu saja ia tidak boleh larut dalam kepanikan sehingga tidak sempat berpikir secara jernih untuk mencari jalan keluar.
Kerugian yang dialami perusahaan bisa disebabkan oleh banyak faktor. Kadang terjadi perusahaan mengalami kerugian justru setelah melakukan pengembangan. Misalnya, dengan membuka cabang baru atau membeli mesin-mesin yang kapasitas produksinya jauh lebih besar.
Targetnya, jelas, agar bisa menggarap pasar secara lebih besar lagi. Padahal, peningkatan sarana produksi tidak dengan sendirinya bakal meningkatkan penjualan. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa meningkatkan penjualan sama sekali tidak mudah dan hampir tidak ada kaitannya dengan peningkatan produksi.
Jika besarnya biaya investasi dan modal kerja yang dikeluarkan untuk pengembangan perusahaan tersebut tidak sebanding dengan peningkatan penjualan, maka perusahaan akan mengalami beban kerugian. Paling tidak, keuntungan yang diperoleh jauh menipis. Terlebih kalau modal untuk pengembangan itu berasal dari kredit bank. Beban perusahaan akan lebih berat lagi karena harus membayar bunga.
Karena itu sebelum melakukan langkah pengembangan, pengusaha dituntut untuk berhitung secara cermat. Meskipun selama ini produk yang dilempar ke pasar selalu terjual habis, bukan berarti jalan untuk melakukan pengembangan sudah lempang terbentang.
Pengusaha harus juga memperhitungkan betul kemampuan perusahaan jika hendak memperbesar skala bisnisnya. Mengelola perusahaan roti dengan kapasitas produksi seratus buah per hari tentu sangat berbeda ketika produksi ditingkatkan menjadi tiga ratus per hari. Mulai dari rentang pengawasan, standardisasi mutu sampai cakupan pemasarannya akan lebih meluas.
Belum lagi kalau bicara soal faktor lain seperti persaingan. Ketika sebuah perusahaan melakukan pengembangan, pesaingnya besar kemungkinan akan pasang kuda-kuda juga. Mereka melakukan antisipasi, paling tidak supaya pasar tidak terambil.
Kalau begitu, apakah pengusaha tidak boleh melakukan pengembangan? Tentu saja boleh, bahkan harus. Asal, seperti sudah disebutkan, semuanya dilakukan perhitungan matang termasuk pengukuran kemampuan. Lagipula perusahaan yang tidak melakukan pengembangan, tetap saja mempunyai resiko rugi. Penyebabnya, bisa karena masalah internal seperti salah kelola atau pengaruh eksternal seperti persaingan yang makin keras atau kenaikan bahan baku, bahkah faktor lain berupa musibah semisal kebakaran dan sebagainya.
Lantas, bagaimana kalau masalah kerugian itu benar-benar membelit perusahaan kita? Pertama-tama, tentu saja harus dilacak penyebabnya sekaligus dikaji seberapa besar dampak kerugian tersebut mengganggu jalannya perusahaan, terutama dilihat dari segi aliran dana (cash flow).
Jika dampak kerugian itu benar-benar besar dan kemungkinan berlangsung lama misalnya, karena omset penjualan yang terus merosot, maka harus dilakukan sejumlah langkah darurat. Usahakan jangan menambal kerugian dengan dana pinjaman (terutama yang berbunga). Terlebih jika kita tidak bisa memastikan kapan omset penjualan akan naik lagi.
Kalau ada, manfaatkan dulu aset yang ada misalnya, dengan cara dijual. Ketika sedang berjaya pengusaha kadang membeli tanah, rumah atau kendaraan yang sebetulnya tidak dibutuhkan betul (non-performing aset). Juga kalau ada piutang, usahakah penagihannya dipercepat. Perusahaan juga sering memiliki piutang yang cukup besar, tapi kurang gigih menagihnya meskipun jatuh temponya sudah lewat.
Langkah menganalisa kerugian dan keadaan perusahaan paling tepat adalah dimulai dengan menganalisa laporan keuangan. Di sinilah pentingnya perusahaan untuk melakukan pembukuan yang tertib dan akurat.
Hasil analisa laporan keuangan, kemudian dilanjutkan dengan langkah mencocokkannya di lapangan. Misalnya, daftar utang piutang diperiksa dengan teliti, lantas dicocokkan dengan kenyataan. Sering terjadi, ada utang yang sudah dibayar tapi masih ditagih, ada juga yang masih tercatat dalam daftar piutang padahal sudah dibayar. Belum lagi kalau diteliti, arus penggunaan dana pinjaman yang jarang besar sekali, tapi tidak jelas benar penggunaannya meskipun ada kuitansinya.
Setelah melakukan penelitian yang mendalam, kita akan dapat mengambil keputusan apakah perusahaan mengalami rugi kotor, rugi operasi, rugi sebelum pajak atau rugi bersih setelah pajak. Paling parah adalah rugi kotor, artinya perusahaan hanya bisa menjual produk dengan harga jual yang lebih rendah dari harga pokoknya.
Kita tahu, bahwa harga jual tidak begitu mudah dinaikkan karena ada patokan harga dasarnya. Tidak semudah itu menjual produk dengan harga pokok ditambah margin. Karena itu harus dilakukan penelitian semua komponen biaya produksi, termasuk bahan baku dan bahan penolong serta bahan pembeliannya. Tapi untuk pengusaha makanan berbahan baku tepung terigu, hendaknya tidak mengganti atau mengurangi bahan baku utama karena akan menurunkan kualitas. Penghematan hanya bisa dilakukan pada bahan penolong, yang sering kali justru memakan biaya cukup besar.
Tidak jarang kita melihat perusahaan yang mempunyai laba kotor kurang dari 10%, tapi biaya operasinya mencapai 20%. Dengan begitu, perusahaan tersebut mengalami rugi operasi. Dalam hal ini, perhatian harus ditujukan pada upaya untuk mengurangi biaya operasi yang tidak perlu atau terlalu besar.
Terlebih sekarang ini, dimana harga-harga yang terkait dengan operasi perusahaan kemungkinan besar bakal naik. Mulai dari listrik, bahan bakar sampai bahan baku. Lakukanlah kegiatan penghematan besar-besaran, meskipun untuk hal yang mungkin saja tampak sepele. Seperti mematikan lampu listrik jika sudah tidak diperlukan, mengurangi biaya perjalanan dan sebagainya.
Akhirnya seberapa beratpun kerugian yang dihadapi, sebagai wirausahawan kita sebaiknya tidak putus asa dan berpindah pada jenis usaha lain. Bagaimanapun dalam bidang usaha yang dijalani , kita sudah memiliki pengalaman dan mengetahui seluk likunya. Bahkan kerugian yang terjadi pun bisa dijadikan pelajaran yang berharga.
Jika kita merasa mentog dalam mengatasi masalah yang terjadi, cobalah untuk meminta pihak lain yang berkompeten untuk membantu mencarikan penyebabnya sekaligus alternatif solusi. Sebab, kita dan karyawan yang sudah biasa mengetahui keadaan sehari-hari perusahaan mungkin sudah sulit melihat kesalahan yang terjadi. Lagipula, orang biasanya sulit untuk menyalahkan diri sendiri.
Langkah pemecahan masalah
Masalah yang dihadapi oleh setiap perusahaan memang bisa beragam. Tapi langkah pemecahannya secara garis besar, bisa mengikuti prosedur berikut:
- Kenalilah permasalahannya secara umum.
- Tentukan fakta-fakta penting yang berkaitan dengannya.
- Identifikasikanlah problem-problem utama.
- Identifikasikanlah problem-problem lain yang terkait.
- Carilah sebab-sebab problem itu.
- Pertimbangkalah pelbagai kemungkinan jalan keluar dari problem itu.
- Pilih jalan keluar yang paling dapat dilaksanakan segera.
- Laksanakanlah cara penyelesaiannya.
- Periksalah apakah cara penyelesaian itu tepat.
Prosedur tersebut hanya sebagai gambaran saja. Jadi tidak menjamin bisa menyelesaikan masalah yang kita hadapi. Faktor lain seperti kepemimpinan, pengalaman dan intuisi kita sebagai pengusaha juga ikut berpengaruh pada keberhasilan pemecahan masalah tersebut.
Jangan lupa untuk melibatkan karyawan terpercaya dalam proses mengidentifikasi masalah dan mencari alternatif pemecahannya. Jika memungkinkan, undanglah orang luar yang kita anggap berkompeten karena biasanya memiliki pandangan lebih jernih dibanding orang-orang yang sehari-hari terlibat dalam kegiatan perusahaan.
(WM/E112/ThV/12-25 September 2005)
Jangan lupa untuk melibatkan karyawan terpercaya dalam proses mengidentifikasi masalah dan mencari alternatif pemecahannya. Jika memungkinkan, undanglah orang luar yang kita anggap berkompeten karena biasanya memiliki pandangan lebih jernih dibanding orang-orang yang sehari-hari terlibat dalam kegiatan perusahaan.
(WM/E112/ThV/12-25 September 2005)