Keberadaan karyawan sangat menentukan hidup dan matinya sebuah perusahaan. Karena itu, proses perekrutannya tidak bisa dilakukan dengan sembarangan. Karyawan yang bagus pun tidak akan memberikan kontribusi yang maksimal, jika pengelolaannya tidak tepat.
Karena perannya yang sangat penting itu, maka setiap pengusaha dituntut untuk mencari dan merekrut karyawan yang benar-benar tepat.
Pada perusahaan besar, proses rekrutmen karyawan biasanya dilakukan secara selektif, malalui sederetan testing ketat yang dilakukan oleh ahli di bidangnya. Tapi, proses semacam ini hampir mustahil dilakukan oleh perusahaan kecil, antara lain karena butuh biaya besar dan terasa ribet.
Sebaliknya, proses rekrutmen pada perusahaan kecil dilakukan dengan sangat sederhana dan cenderung tidak selektif, karena seringkali dilakukan asal comot saja yang pada umumnya berasal dari lingkungan keluarga, tetangga, teman atau orang terdekat. Cara semacam ini memang sangat berisiko ibarat beli kucing dalam karung. Tapi, bukan berarti tidak ada sisi positifnya sama sekali. Hanya saja, keputusan untuk mengambilnya benar-benar dijauhkan dari unsur terpaksa. Misalnya, karena perasaan sungkan atau tidak enak hati kalau menolak tetangga, padahal perusahaan tidak membutuhkan tambahan karyawan.
Di samping mudah, sisi positif lain proses rekrutmen karyawan dari kalangan orang dekat juga karena si pengusaha relatif sudah mengenal wataknya. Soal keterampilan, bisa diasah sambil jalan terutama untuk bidang pekerjaan yang tidak membutuhkan keterampilan khusus, seperti peracik resep dan adonan. Pengusaha makanan umumnya masih menangani sendiri soal resep ini.
Karena jumlah lingkup pekerjaan yang relatif terbatas dan jumlah karyawannya pun tidak banyak, pemilik usaha masih bisa memantau secara langsung kerja karyawannya. Di sinilah kesempatan pentingnya proses pembinaan, agar keterampilan karyawan terus meningkat dan motivasi mereka tetap tinggi.
Agar proses pembinaan kepada karyawan bisa berlangsung "sambil jalan" dengan baik, hendaknya pengusaha menghindari cara pengawasan yang berlebihan, bagikan seorang mata-mata. Setiap gerak-gerik karyawan diperhatikan. Sepintas, pengawasan model begini memang cukup efektif. Tapi, cenderung tidak mendidik. Karyawan merasa dirinya kurang dipercaya dan selalu dicurigai. Akibatnya, mereka merasa tidak nyaman dalam bekerja.
Pengawasan seperti itu juga, pada gilirannya, akan menimbulkan sikap apatisme dalam diri karyawan. Mereka bekerja semata-mata karena diawasi. Kalau yang mengawasi lengah, mereka pun bermalas-malasan. Hampir tidak ada kesungguhan bekerja. Jika ini terjadi, jangan harap perusahaan bakal berkembang.
Pembinaan terhadap karyawan, terutama yang baru, hanya bisa berlangsung apabila pengusahha selalu membuka komunikasi dua arah. Membimbing dengan memberi contoh, bukan sekedar perintah. Komunikasi juga diperlukan untuk memlihara dan meningkatkan motivasi karyawan.
Namun, perlu disadari, sering terjadi, motivasi karyawan baru yang sebelumnya menggebu, kemudian melemah di tengah jalan karena mereka mengalami macam-macam kejadian yang mengecewakan mulai dari kurangnya perhatian dan pembinaan, gaji dan kompensasi kerja ekstra, sampai pembagian tugas dan wewenang yang tidak jelas.
Masalah yang tidak segera terselesaikan, kondisi peralatan dan ruang kerja yang tidak nyaman, serta kecenderungn pemilik yang menganakemaskan karyawan tertentu, juga bisa melunturkan motivasi karyawan baru. Untuk mencegahnya, perlu kebijakan dan aturan main dalam menimang karyawan, yang jelas, fair dan berwibawa.
(WM/E166/ThX/2010)
Karena perannya yang sangat penting itu, maka setiap pengusaha dituntut untuk mencari dan merekrut karyawan yang benar-benar tepat.
Pada perusahaan besar, proses rekrutmen karyawan biasanya dilakukan secara selektif, malalui sederetan testing ketat yang dilakukan oleh ahli di bidangnya. Tapi, proses semacam ini hampir mustahil dilakukan oleh perusahaan kecil, antara lain karena butuh biaya besar dan terasa ribet.
Sebaliknya, proses rekrutmen pada perusahaan kecil dilakukan dengan sangat sederhana dan cenderung tidak selektif, karena seringkali dilakukan asal comot saja yang pada umumnya berasal dari lingkungan keluarga, tetangga, teman atau orang terdekat. Cara semacam ini memang sangat berisiko ibarat beli kucing dalam karung. Tapi, bukan berarti tidak ada sisi positifnya sama sekali. Hanya saja, keputusan untuk mengambilnya benar-benar dijauhkan dari unsur terpaksa. Misalnya, karena perasaan sungkan atau tidak enak hati kalau menolak tetangga, padahal perusahaan tidak membutuhkan tambahan karyawan.
Di samping mudah, sisi positif lain proses rekrutmen karyawan dari kalangan orang dekat juga karena si pengusaha relatif sudah mengenal wataknya. Soal keterampilan, bisa diasah sambil jalan terutama untuk bidang pekerjaan yang tidak membutuhkan keterampilan khusus, seperti peracik resep dan adonan. Pengusaha makanan umumnya masih menangani sendiri soal resep ini.
Karena jumlah lingkup pekerjaan yang relatif terbatas dan jumlah karyawannya pun tidak banyak, pemilik usaha masih bisa memantau secara langsung kerja karyawannya. Di sinilah kesempatan pentingnya proses pembinaan, agar keterampilan karyawan terus meningkat dan motivasi mereka tetap tinggi.
Agar proses pembinaan kepada karyawan bisa berlangsung "sambil jalan" dengan baik, hendaknya pengusaha menghindari cara pengawasan yang berlebihan, bagikan seorang mata-mata. Setiap gerak-gerik karyawan diperhatikan. Sepintas, pengawasan model begini memang cukup efektif. Tapi, cenderung tidak mendidik. Karyawan merasa dirinya kurang dipercaya dan selalu dicurigai. Akibatnya, mereka merasa tidak nyaman dalam bekerja.
Pengawasan seperti itu juga, pada gilirannya, akan menimbulkan sikap apatisme dalam diri karyawan. Mereka bekerja semata-mata karena diawasi. Kalau yang mengawasi lengah, mereka pun bermalas-malasan. Hampir tidak ada kesungguhan bekerja. Jika ini terjadi, jangan harap perusahaan bakal berkembang.
Pembinaan terhadap karyawan, terutama yang baru, hanya bisa berlangsung apabila pengusahha selalu membuka komunikasi dua arah. Membimbing dengan memberi contoh, bukan sekedar perintah. Komunikasi juga diperlukan untuk memlihara dan meningkatkan motivasi karyawan.
Namun, perlu disadari, sering terjadi, motivasi karyawan baru yang sebelumnya menggebu, kemudian melemah di tengah jalan karena mereka mengalami macam-macam kejadian yang mengecewakan mulai dari kurangnya perhatian dan pembinaan, gaji dan kompensasi kerja ekstra, sampai pembagian tugas dan wewenang yang tidak jelas.
Masalah yang tidak segera terselesaikan, kondisi peralatan dan ruang kerja yang tidak nyaman, serta kecenderungn pemilik yang menganakemaskan karyawan tertentu, juga bisa melunturkan motivasi karyawan baru. Untuk mencegahnya, perlu kebijakan dan aturan main dalam menimang karyawan, yang jelas, fair dan berwibawa.
(WM/E166/ThX/2010)