Sering kita dengar Badan Pengawas Obat dan Makanan Menindak penyalahgunaan boraks dan formalin sebagai pengawet makanan. Kedua bahan kimia ini tidak termasuk kategori Bahan Tambahan Pangan (BTP). Bahkan, sama sekali dilarang dicampurkan pada makanan. Selain boraks dan formalin, masih banyak bahan kimia lain yang sering digunakan untuk bahan tambahan makanan.
Bahan kimia apa saja yang boleh dan bahan apa saja yang dilarang digunakan untuk makanan?
BTP adalah bahan atau campuran bahan kimia yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan. Tujuannya untuk memperbaiki karakter pangan agar kualitas meningkat.
Fungsi BTP antara lain untuk mengawetkan makanan, mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan, mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan dan membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah serta enak di mulut.
BTP juga digunakan untuk memberi warna dan aroma agar menarik dan meningkatkan kualitas pangan. Upaya membuat makanan yang baik dan tidak mudah busuk tentu dalam rangka menghemat biaya produksi. BTP sudah dinyatakan aman dan boleh di konsumsi masuk dalam kategori Food Grade.
Banyak ditemukan penggunaan zat pewarna Rhodamin B dan Methanil Yellow pada produk makanan industri rumah tangga seperti misalnya untuk mewarnai kerupuk, makanan ringan, terasi, gula-gula atau permen, sirup, buscuit, sosis, makaroni goreng, minuman ringan, cendol, manisan dan ijan asap. Kedua bahan kimia tersebut sebenarnya bukan termasuk BTP karena digunakan untuk pewarna pada industri tekstil dan plastik.
Makanan yang diberi zat pewarna ini biasanya lebih terang atau menyolok dan memiliki rasa agak pahit. Menurut dosen Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor, Eddy Setyo Mudjajanto, Penggunaan Rhodamin A dan Metanil Yellow pada makanan, bisa menyebabkan kanker, keracunan, iritasi paru-paru, mata, tenggorokan, hidung dan usus. (kompas. 15/01/2006).
Selain kedua bahan berbahaya di atas, perlu juga waspada terhadap pemakaian bahan kimia lain. Karena cukup banyak kasus penyalahgunaan bahan kimia yang dicampurkan dalam bahan makanan.
Bahan-bahan tersebut antara lain asam borat (borak), asam salisilat (aspirin), dietilpirokarbonat (DEP), kalium bromat, kalium klorat, Brominated Vegetable oil (BVO) dan kloramfeninol.
Eddy juga mengatakan, beberapa kasus yang pernah ditemukan adalah penggunaan asam salisilat pada produksi buah dan sayur. Asam salisilat bukan pestisida melainkan sejenis antiseptik yang salah satu fungsinya untuk memperpanjang daya keawetannya. Biasanya sayuran yang disemprot dengan asam salisilat berpenampilan lebih mulus, tidak ada lubang bekas hama.
Asam salisilat disemprotkan pada buah untuk mencegah jamur, sementara pada sayuran asam salisilat digunakan untuk mencegah hama. Asam salisilat terserap tanaman dan meninggalkan residu dalam jaringan tanaman. Karena residunya ada dalam jaringan, maka asam salisilat tak akan hilang meskipun sayur atau buahnya dicuci bersih.
Bahan yang diijinkan untuk makanan
Sebenarnya adanya bahan tambahan pangan (BTP) yang dimasukkan ke dalam produk makanan bukan hal baru. Penggunaan BTP sudah diatur sejak tahun 1988, melalui Peraturan Menteri Kesehatan No 722/Menkes/1988 yang diperkuat denga Permenkes 1168/Menkes/1999 antara lain disebutkan bahwa yang termasuk BTP adalah pewarna, pemanis buatan, pengawet, antioksidan, antikempal, penyedap dan penguat rasa, pengatur keasaman, pemutih dan pematang tepung, pengemulsi, pengental, pengeras dan sekuestran (untuk memantapkan warna dan tekstur makanan).
Bahan tambahan makanan yang diijinkan adalah:
Jenis pewarna yang diijinkan adalah pewarna alami misalnya kunyit (untuk warna kuning), daun suji (warna hijau), serta pewarna buatan dalam kategori Food Grade. Pewarna merah yang masuk kategori Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah Ponceau 4 R dengan dosis 70 mg/l untuk minuman ringan dan merah alura 300 mg/kg untuk makanan.
Jenis pemanis buatan yang diijinkan antara lain sakarine, aspartame dan siklamat tentunya dalam batas dosis tertentu.
Jenis pengawet yang diijinkan diantaranya benzoat, propionat, nitrit, nitrat, sorbat dan sulfi. Satu atau beberapa jenis pengawet tersebut mungkin efektif untuk makanan tertentu, tapi bekum tentu cocok untuk makanan yang lain.
Produk makanan basah dalam kemasan seperti saus tomat, sambal, kecap dan selai buah juga tak terlepas dari bahan tambahan pangan. Namun bahan tambahan yang digunakan harus termasuk dalam kategori food grade.
Pengawet propionat banyak digunakan pada produk roti, cake dan kue-kue basah. Adapun sulfit digunakan pada produk manisan buah. Ada juga yang menambahkan sulfit pada gula merah agar tampak coklat muda dan keras. Pengawet nitrat/ nitrit biasa ditambahkan pada produk daging misalnya dendeng, sosis dan kornet serta agar daging berwarna merah.
Namun tidak semua makanan kemasan perlu ditambahkan pengawet. Produk makanan kemasan di beri pengawet jika tidak langsung habis sekali pakai.
Produk kering seperti biskuit, susu bubuk, dendeng dan ikan asin sebenarnya tidak perlu pengawet jika kondisinya cukup kering. Produk steril dalam kemasan seperti koktail dan ikan dalam kaleng juga tidak perlu ditambahkan pengawet.
Mengenai penyedap rasa dan aroma yang masih dianggap aman adalah vetsin atau monosodium glutamat (MSG), walaupun ukuran penggunaannya belum diatur secara jelas.
Meski masih dalam batas aman, penggunaan MSG yang berlebihan bisa mengakibatkan rasa pusing dan sedikit mual. Jika tidak ingin menggunakan MSG, sebagai pengganti rasa gurih, bisa menggunakan garam dan rempah-rempah.
Ada lagi bahan yang dipakai untuk mengelumsi, mengentalkan dan memantapkan rasa makanan. Bahan-bahan yang masih aman digunakan untuk itu diantaranya agar, alginat, dekstrin, gelatin, gum, karagen, pektin dan gum arab.
Bahan tambahan pangan lain yang digunakan adalah antikempal. BTP ini biasanya digunakan pada produk tepung-tepungan seperti gula pasir, terigu, susu bubuk, dll. Tujuannya agar tepung-tepung tidak menggumpal.
Antikempal yang diijinkan antara lain alumunium silikat, kalsium silikat, magnesium oksida dan magnesium silikat.
(WM/E165/ThX/2010)