Agar usaha lebih tepat sasaran: Kenali Karakter Konsumen Indonesia

Ternyata selera orang Indonesia itu unik sehingga para pelaku usaha makanan perlu memahami dan cermat dalam upaya memanjakan lidah konsumen Indonesia.

Setidaknya ini dibuktikan lembaga riset pasar Frontier Consulting Group. Banyak produk kelas dunia tak semua sukses di pasar indonesia, karena gagal menakhlukkan lidah orang lokal.
Merek donat teratas di dunia Krispy Kreme, misalnya. Donat yang berjaya di AS ini tidak kunjung mematahkan  pesaingnya dari pasar donat Indonesia.

Krispy Kreme yang manis dan besar menjadi pertimbangan perempuan Indonesia yang peduli dengan berat badannya. Biasanya seorang wanita berat tubuhnya sudah 50 kg langsung berdiet dan menjauhi makanan yang terlalu manis.
Di Indonesia, Campbell Soup berusaha mengulang suksesnya di Amerika serikat tetapi juga tidak kunjung mendapatkan hasil signifikan. Pasalnya, Campbell Soup ingin menerapkan perilaku sarapan yang baru, yaitu melahap sup, bukan lagi nasi, bubur atau mie.

Berdasarkan pengamatan Frontier, kebiasaan sarapan orang Indonesia tidak berubah sejak 15 tahun terakhir, dengan empat menu favoritnya nasi goreng, roti, bubur dan mie instan.
Demikian pula dengan perusahaan terkenal dari Amerika yang terus berinovasi untuk mematahkan pesaingnya di pasar minuman ringan. Akan tetapi produk dalam negeri teh dalam kemasan botol tetap lebih berkibar.

Beda lagi dengan produsen minuman isotonik untuk menyegarkan tubuh yang pantang menyerah, akhirnya sukses di pasar Indonesia.
Semua bukti yang membeberkan sukses di negeri orang belum tentu berhasil di Indonesia, menandakan selera orang Indonesia yang memang unik. Keunikan meski dipelajari dan diadaptasi, termasuk oleh pengusaha makanan dan minuman papan atas.

Fakta 90% buku berasalkan dari Amerika Serikat, tapi tidak semua teori itu cocok dengan konsumen di Indonesia, karena sikap masyarakat yang berbeda, "kata Handi Irawan, Chairman Frontier Consulting Group.

10 Karakter unik konsumen
Frontier yang lama berkecimpung dalam riset pasar di Indonesia mengemukakan 10 karakter unik konsumen Indonesia.
Pertama. Memiliki memori jangka pendek, maunya mendapatkan produk yang paling menguntungkan dan bisa digapai saat ini. Misalnya, memilih makanan enak dari pada menyehatkan, memilih obat yang cespleng dari pada yang aman dan lebih suka minuman penambah tenaga dari pada mengkonsumsi vitamin.
Kedua. Tidak memiliki perencanaan. Sekitar 74% konsumen membeli makanan ringan tanpa rencana. Iming-iming dari penjualan akan mempengaruhi konsumen yang umumnya kurang menghargai waktu dan memiliki gaya hidup santai.
Ketiga, suka berkumpul. Untuk memutuskan membeli suatu produk, kebanyakan konsumen di Indonesia memilihnya berdasarkan informasi yang diterima dari keluarga, teman atau rekan kerja.
Keempat, umumnya gagap teknologi.
Kelima, mengutamakan konteks bukan isi.
Keenam, suka buatan luar negeri, yang dipicu oleh rendahnya nasionalisme dan kualitas produk lokal.
Ketujuh, mendasarkan pada yang bersifat keagamaan dan suka spiritual.
Kedelapan, suka pamer dan gengsi yang dipicu oleh budaya feodal dan percaya diri yang rendah.
Kesembilan, kekuatan sub-culture.
Kesepuluh, rendah kesadaran terhadap lingkungan.

Dari 10 karakter itu, yang akan menguatkan dalam sepuluh tahun mendatang adalah suka produk luar negeri, pamer dan gengsi, suka berkumpul dan beragama, serta percaya hal-hal supranatural.

Jika dikaitkan dengan produk makanan dan minuman, barangkali pada massa mendatang akan makin banyak restoran yang menjadi ajang berkumpul, bermerek asing terutama membidik pasar menengah ke atas karena ada unsur pamer dan gengsi. Namun tetap saja merek asing terkenal bukan jaminan sukses di pasar Indonesia, apalagi bila tidak memahami selera lidah Indonesia.

(WM/E152/ThVIII)