Saatnya Membangun Budaya Kepemimpinan dan Orientasi Kerja

Berkembangnya sebuah perusahaan, tentu tidak bisa digantungkan pada faktor keberuntungan saja. Budaya kepemimpinan dan orientasi kerja yang tepat, adalah dua faktor penting yang sangat besar pengaruhnya.

Kita sering menyaksikan, sebuah usaha skala kecil yang oleh pemiliknya berhasil dikembangkan hingga mencapai tingkat yang mengagumkan, tiba-tiba saja surut dan bangkrut. Tentu saja banyak faktor yang bisa menjadi penyebab terjadinya kisah tragis itu. Tapi, faktor yang paling dominan, seringkali justru berasal dari pengusaha itu sendiri.

Biasanya, sang pengusaha memulai usahanya dari nol, bahkan dengan modal pas-pasan. Berkat ketekunan dan semangat yang tinggi, dia pun berhasil mengembangkan usahanya. Namun, perkembangan usaha tersebut seringkali tidak diikuti oleh perubahan cara pengelolaan.

Saat skala usahanya masih kecil, pengusaha memang masih memungkinkan untuk menjalankan semuanya sendiri. Mulai dari pengadaan bahan baku, produksi, sampai pemasaran. Keberadaan orang lain (karyawan), sifatnya benar-benar cuma membantu. Mereka bekerja atas dasar perintah sang pengusaha belaka.

Nah, ketika skala usaha sudah membesar, sebetulnya cara pengelolaan seperti itu, sudah tidak memungkinkan lagi. Tapi, sang pengusaha tetap saja mempertahankannya. Entah karena kebiasaan, atau tidak percaya pada kemampuan orang lain yang menjadi karyawannya.

Padahal, sehebat-hebatnya kemampuan sang pengusaha, tetap ada batasnya. Ketika batas tersebut ditabrak, maka perusahaanpun bisa bergerak dengan kendali dan kontrol yang melemah. Inilah awal dari kemunduran perusahaan, yang bisa berakhir dengan kebangkrutan.

Di sinilah kita melihat pentingnya langkah membangun budaya kepemimpinan, yang dalam manajemen modern kerap disebut leadership culture. Kepemimpinan disini, sama sekali bukan sekedar menyangkut kemampuan memberi perintah kepada anak buah. Tapi lebih jauh dari itu, ialah bagaimana membangun sikap kepemimpinan secara meluas di perusahaan, mulai dari diri sendiri sampai karyawan paling bawah. Berikan kesempatan kepada seluruh karyawan untuk memunculkan jiwa kepemimpinannya. Kemudian, jangan pernah bosan untuk selalu membangkitkan motivasi kerja mereka.

Sangat sering terjadi, karyawan cenderung hanya fokus pada bidang kerja diunitnya tanpa peduli pada unit lain. Misalnya, yang bekerja di unit produksi tidak mau tahu dengan apa yang terjadi di unit pemasaran, dan sebaliknya. Mereka seolah-olah bekerja di perusahaan yang berbeda. Padahal, antara satu unit dengan unit lainnya saling terkait.

Karena itu, dalam rangka menciptakan budaya kepemimpinan, sang pengusaha harus selalu mengingatkan bahwa kinerja salah satu bidang tidak terlepas dari kinerja unit lainnya. Semua unit harus saling mendukung.

Pada tahap berikutnya, budaya kepemimpinan harus ditumbuhkan bagi setiap pribadi karyawan dengan memberikan pemahaman bahwa mereka bekerja bukan hanya mengerjakan tugas yang sudah diperintahkan.

Benar, bahwa mereka harus menjalankan tugasnya dengan baik. Tapi, dalam budaya kepemimpinan, itu saja belum cukup. Setiap karyawan, paling tidak pimpinan unit, harus bekerja dengan kreativitas, yaitu menciptakan pekerjaan yang lebih bernilai. Namun, tetap saja muaranya harus mengarah pada efisiensi dan efektivitas.

Delegasi Wewenang
Memang tidak mudah menerapkan budaya kepemimpinan di perusahaan. Butuh proses yang lama. Tapi, jika sang pengusaha sebagai pemilik perusahaan mau memulainya, proses selanjutnya bisa lebih mudah. Sebagai langkah awal, pengusaha harus berani mendelegasikan sebagian wewenangnya. Tentu saja kepada personil karyawan yang secara objektif mampu menjalankannya.

Pendelegasian wewenang bukan hanya dengan menumbuhkan semangat karyawan karena merasa dipercaya, tetapi juga sekaligus mempermudah kerja pengusaha sendiri. Dia tidak perlu repot lagi mengurusi hal yang bersifat teknis, sehingga bisa lebih berkonsentrasi pada kegiatan bersifat strategis, seperti pengembangan usaha. Pendelegasian wewenang akan lebih baik jika diikuti oleh penetapan cara kerja yang berorientasi pada hasil dan kinerja. Maksudnya, pengusaha tidak perlu terlalu mempermasalahkan proses kerja. Yang penting adalah hasil. Misalnya, tahun ini si pengusaha menginginkan laba perusahaan naik sekian persen dibanding tahun lalu.

Target inilah yang kemudian ditekankan pada setiap unit kerja di perusahaan. Selanjutnya, pengusaha tidak perlu lagi campur tangan terlalu banyak dalam proses yang bersifat teknis. Serahkan saja semua itu kepada karyawan, yang boleh jadi sudah lebih tahu kondisi lapangan, dan lebih piawai. Untuk menerapkan cara kerja seperti itu, memang dibutuhkan karyawan yang benar-benar terampil. Karena itu, ada baiknya perusahaan melakukan pelatihan secara reguler.

Perlu juga dipertimbangkan mutasi karyawan, terutama yang ada di tingkat pimpinan unit, sehingga mereka bisa merasakan bagaimana setiap unit memberikan kontribusi kepada perusahaan.

Hal ini juga sekaligus bisa menghapuskan kesan, ada unit yang penting dan kurang penting. Pada gilirannya akan menumbuhkan rasa kebersamaan diantara mereka sehingga selalu bekerja sama untuk mencapai tujuan perusahaan.

Jika hal itu sudah benar-benar tercipta, maka perusahaan pun akan menghadapi jalan yang lebih lurus untuk berkembang dengan kinerja yang tetap prima.

Faktor penghambat
  • Peran pemilik usaha sangat dominan.
  • Karyawan hanya bekerja berdasarkan perintah.
  • Karyawan tidak peduli pada unit lain.
Solusi
  • Pendelegasian wewenang kepada karyawan yang tepat.
  • Membangun jiwa kepemimpinan kepada setiap karyawan.
  • Menumbuhkan rasa kebersamaan.
  • Merangsang kreativitas karyawan.
  • Tidak ada satu unit yang terkesan paling istimewa.
Hasil
  • Kinerja perusahaan tetap terjadi sehingga bisa mencapai tingkat perkembangan yang lebih tinggi.

( WM/ E166/ ThX/ 2010 )